Memang sudah tidak bisa dipungkiri memang saya adalah seorang Organisatoris.. julukan itu memang sudah melekat pada saya sejak zaman SMK. dan saat ini saya sudah menjadi mahasiswa panggilan hati untuk menjadi seorang Organisatoris tidak bisa saya pungkiri, selain aktif di berbagai macam UKM di kampus, allhamdulilah saya juga Pengurus BEM fakultas. memang kelihatan aneh angkatan baru sudah bisa masuk BEM, entahlah ini merupakan suatu pencapaian atau keberuntungan, yang pasti saya sendiri mengagangap ini sebagai suatu perjalanan.
Dalam system kemasyarakatan ini terdapat bebrapa pengertian pokok antara lain : Pelapisan Sosial, Pemerintahan, Organisasi Sosial, dan Sistem Kekerabatan. Pelapisan Sosial Di daerah lombok secara umum terdapat 3 Macam lapisan sosial masyarakat : Golongan Ningrat Golongan Pruangse Golongan Bulu Ketujur ( Masyarakat Biasa ) Masing -masing lapisan sosial masyarakat di kenal dengan Kasta yang mempunyai kriteria tersendiri : Golongan Ningrat ; Golongan ini dapat diketahui dari sebutan kebangsawanannya. Sebutan keningratan ini merupakan nama depan dari seseorang dari golongan ini. Nama depan keningratan ini adalah ” lalu ” untuk orang-orang ningrat pria yang belum menikah. Sedangkan apabila merka telah menikah maka nama keningratannya adalah ” mamiq “. Untuk wanita ningrat nama depannya adalah ” lale”, bagi mereka yang belum menikah, sedangkan yang telah menikah disebut ” mamiq lale”. Golongan Pruangse ; kriteria khusus yang dimiliki oleh golongan ini adalah sebutan “ bape “, untuk kau
Raden Tuan Guru Bajang KH. Lalu Gede M. Zainuddin Atsani, Lc., M.Pd.I. Disusun Oleh: Biro Dakwah dan Penerangan PW NW NTB A. Kelahiran, Asal Muasal Pemberian Nama Zainuddin Atsani dan Tuan Guru Bajang Al-Maghfurlah Maulana Syaikh TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid adalah seorang panutan, yang memegang teguh ajaran Islam bermazhab Syafi’i. Keteguhan dalam memegang ajaran agama diimplementasikan dalam kehidupannya, baik sebagai seorang pemimpin umat maupun sebagai kepala rumah tangga. Bagaimanapun cintanya terhadap seseorang, namun kalau salah menurut agama, unsur-unsur subjektivitasnya-pun tidak akan mampu mengalahkan hukum agama yang melekat dalam dirinya. Seperti itulah suasana keagamaan yang dikembangkan Maulana Syaikh entah sebagai pemimpin organisasi, warga negara, pemimpin umat, maupun sebagai kepala keluarga. Dari rahim istri-istrinya hanya dikaruniai 2 orang putri, Hj. Rauhun dari rahim istrinya Hj. Johariah dan Hj. Sitti Raihanun Zainuddin Abdul Majid (Ketua Umum
Perpindahan Pusat Nahdlatul Wathan terjadi karena pada Muktamar ke-10 Ummi Hj. Sitti Raihanun Zainuddin Abdul Madjid terpilih menjadi Ketua Umum PBNW. Sebagian orang Pancor tidak setuju dengan keputusan Muktamar tersebut. Mereka beralasan bahwa wanita tidak boleh menjadi pemimpin organisasi. Padahal dalam Mazhab Syafi’I tidak ada larangan bagi wanita untuk menjadi pemimpin organisasi. Maulana Syaikh sendiri selaku pendiri Nahdlatul Wathan merestui wanita menjadi pemimpin. Beliaulah yang mengangkat Hj.Sitti Rauhun menjadi Kepala Madrasah Tsanawiyah Mu’allimat NW Pancor. beliau juga mengangkat Ummi Hj. Baiq Zuhriyah Mukhtar menjadi kepala Madrasah Aliyah Mu’allimat NW Pancor dan menjadi ketua Pondok Pesantren Az-Zuhriyah Nahdlatul Wathan Tanjung Lombok Timur. Beliau juga merestui Baiq Sa’diyah menjadi Kepala Desa Teratak Lombok Tengah dan lain-lain. Ketidaksetujuan sebagian orang Pancor ini diwujudkan dengan meneror para masyayikh, para dosen, para Pengasuh, para siswa, santr
Comments
Post a Comment